Selasa, 29 Januari 2013

HADITS SHAHIH


HADITS SHAHIH
A.    Pengertian Hadis Shahih
Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata as-saqim = orang yang sakit  jadi yang dimaksud hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.[1]
Shahih menurut bahasa adalah kebalikan dari saqim (yang berpenyakit), dapat pula bermakna haq, lawan dari yang bathil.[2]
Kata sahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, shuhhan, wa shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah, dan yang sempurna. Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari kata saqim (sakit). Maka kata hadis shahih menurut bahasa berarti hadis yang sah, hadis yang sehat, atau hadis yang selamat.[3]
Shahih menurut istilah ilmu hadis ialah : ”Satu hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada ‘illat yang berat”.[4]
Ibn ash-Shalah mendefinisikan hadis shahih adalah Musnad yang sanadnya bersambung-sambung melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabith (sempurna ingatannya) dari orang yang adil lagi dhabith pula sampai ujungnya, tidak syadz (janggal) dan tidak mu’allal (terkena ‘illat).[5]
Ibn Hajar al-Asqalani mendefinisikan dengan ringkas yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna ke-dhabith-annya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak syadz.[6]


B.     Syarat-Syarat Hadis Shahih
Dari uraian definisi tersebut jelaslah bahwa hadis shahih harus memenuhi lima syarat yaitu :[7]
v  Sanadnya tidak terputus, dengan syarat ini , dikecualikan hadis yang tidak memenuhi kriteria muttasil sanadnya.
v  Perawi-perawinya adil.
Yang dimaksud adil adalah orang yang lurus agamanya, baik akhlaknya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya (kepribadian). Dalam menilai keadilan seseorang tidak harus meneliti ke lapangan langsung, dengan cara bertemu langsung. Hal ini sangat sulit dilakukan karena mereka para perawi hadis hidup pada abad awal dalam perkembangan islam.
 Kecuali bagi orang yang hidup bersamanya atau yang hidup sezaman. Oleh karena itu dalam menilai keadilan seorang periwayat hidup cukup dilakukan dengan salah satu teknik berikut :
a.       Keterangan seorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seseorang itu bersifat adil.
b.      Ketenaran seseorang bahwa ia bersifat adil, seperti Imam empat Hanafi, Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
v  Yang diriwayatkan tidak syadz (penyimpangan oleh perawi tsiqah terhadap orang yang lebih kuat darinya).
v  Yang diriwayatkan terhindar dari ‘illat qadihah (sifat yang mencacatkannya).
v  Perawi-perawinya dhabith,
Yang dimaksud dhabith adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadis, paham ketika mendengarnya dan menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya.
Sifat dhabith ada dua macam yaitu :
a.       Dhabith dalam dada, artinya memiliki daya ingat dan hafal yang kuat sejak ia menerima hadis dari guruya.
b.      Dhabith dalam tulisan, artinya tulisan hadisnya sejak mendengar dari gurunya terpelihara dari perubahan.
C.    Macam-Macam Hadis Shahih
Hadis shahih terbagi menjadi dua macam yaitu :[8]
v  Shahih Li Ghairihi
Shahih Li Ghairihi artinya suatu hadis yang shahih karena yang lainnya, yakni menjadi sah karena dikuatkan dengan jalan (sanad) atau keterangan lain. Sedangkan menurut definisi jumhur muhaditsin adalah :






“Hadis yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh dan dhabith, tetapi mereka dikenal orang yang jujur, karenanya berderajad hasan. Lalu didapati darinya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu”.
Contoh Hadis Shahih Li Ghairihi, sebagaimana hadis Bukhari dari Ubai Ibn Al Abas Ibn Sahal dari ayahnya (Abbas) dari neneknya (Sahal), katanya :




“Konon Rasulullah Saw mempunyai seekor kuda, ditaruh di kandang kami yang diberi nama al Luhaif”.
Ada beberapa macam Shahih Li Ghairihi, menurut ketetapan ahli hadis antara lain :
a)      Hadis hasan li dzatihi dikuatkan dengan jalan lain yang sama derajatnya.
b)      Hadis hasan li dzatihi dibantu dengan beberapa sanad walaupun sanadnya berderajat rendah.
c)      Hadis hasan li dzatihi atau hadis lemah yang isinya setuju dengan salah satu ayat-ayat al-Qur’an atau cocok dengan salah satu dari pokok-pokok agama.
d)     Hadis yang tidak begitu kuat , tetapi diterima baik oleh ulama.

Shahih li ghairihi adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal. Misalnya perawinya yang adil tidak sempurna kedhabithannya. Dengan demikian shahih li ghairihi adalah hadis yang keshahihanya ada faktor lain, karena tidak memenuhi syarat secara maksimal.

v  Shahih Li Dzatihi
Shahih li dzatihi artinya suatu hadis yang sah karena dzatnya, yakni yang shahih dengan tidak mendapatkan bantuan dari keterangan yang lain.
Dengan demikian shahih lidzatihi adalah hadis shahih yang memenuhi syarat secara maksimal.
Contohnya sebuah hadis yang berbunyi :





“Bukhari berkata, “Telah menceritakan kepada kami, Abdullah Ibn Yusuf, (ia berkata) telah mengabarkan kepada kami, Malik, dari Nafi, dari Abdullah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Apabila mereka itu bertiga, janganlah dua orang (dari mereka) berbisik-bisikan dengan tidak bersama yang ketiganya”.

D.    Kehujahan Hadis Shahih
Para ulama sependapat, bahwa hadis ahad yang shahih dapat dijadikan hujah untuk menetapakan syari’at islam. Namun mereka berpendapat, apabila hadis kategori ini dijadiakan hujah untuk menetapkan soal-soal akidah.
Perbedaan pendapat diatas berpangkal pada  perbedaan penilaian mereka tentang faidah yang diperoleh dari hadis ahad yang shahih, yaitu apakah hadis semacam ini memberi faidah qath’i atau zhanni. Ulama yang menganggap hadis semacam ini memberi faidah qath’i sebagaimana hadis mutawatir, maka hadis-hadis tersebut dapat dijadikan hujah untuk menetapkan masalah-masalah akidah. Akan tetapi yang menganggap hanya memberi faidah zhanni, berarti hadis tersebut tidak dapat dijadikan hujah untuk menetapkan soal ini.
Para ulama dalam hal ini terbagi kepada beberapa pendapat, antara lain : menurut sebagian ulama ahli hadis, sebagaimana dikatakan an-Nawawi, memandang bahwa hadis shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim memberikan faidah qath’i. Menurut sebagian ulama lainnya antara lain ibn hazm, bahwa semua hadis shahih memberikan faidah qath’i, tanpa dibedakan apakah diriwayatkan oleh keduanya atau bukan. Semua hadis , jika memenuhi syarat ke-shahih-annya adalah sama dalam memberikan faidahnya.[9]

E.     Tingkatan Kualitas Hadis Shahih
Berdasarkan penilaian terhadap martabat atau ranking-ranking, para ulama ahli hadis membagi tingkatan kualitas hadis shahih menjadi tujuh, dengan urutan sebagai berikut :[10]
*      Hadis yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim (Muttafaq’alaih).
*      Hadis yang di-takhrij (diriwayatkan) oleh al-Bukhari sendiri.
*      Hadis yang di-takhrij oleh Muslim sendiri.
*      Hadis yang di-takhrij atas dasar syarat-syarat al-Bukhari dan Muslim, akan tetapi keduanya tidak men-takhrij-nya.
*      Hadis yang di-takhrij atas dasar syarat-syarat al-Bukhari, akan tetapi al-Bukhari tidak men-takhrij-nya.
*      Hadis yang di-takhrij atas dasar syarat-syarat Muslim, akan tetapi Muslim tidak men-takhrij-nya.
*      Hadis yang disahihkan oleh para ahli hadis selain al-Bukhari dan Muslim dengan tanpa berpegangan kepada syarat-syarat keduanya.



Dari segi sanadnya yang dipandang paling shahih, tingkatannya sebagai berikut :[11]
v  Periwayatan sanad yang paling shahih adalah dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ Mawla dari Ibnu Umar.
v  Periwayatan sanad yang berada dibawah tingkat sanad pertama seperti Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
v  Seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.

F.     Kitab-Kitab Hadis Shahih
Kitab-kitab hadis shahih adalah sebagai berikut :[12]
*      Shahih Al Bukhari (w.250 H)
Pertama kali penghimpun khusus hadis shahih. Didalam terdapat 7.275 hadis yang termasuk yang terulang-ulang, atau 4.000 hadis tanpa terulang-ulang.
*      Shahih Muslim (w.261 H)
Didalamnya terdapat 12.000 hadis termasuk yang terulang-ulang atau sekitar 4.000 hadis tanpa terulang-ulang. Secara umum hadis al-Bukhari lebih shahih daripada Muslim, karena persyaratan al-Bukhari lebih ketat muttashil dan tsiqahnya sanad disamping terdapat kajian fikih yang tidak terdapat dalam shahih Muslim.
*      Shahih Ibn Khuzaymah (w.311 H)
*      Shahih Ibn As Sakan
*      Shahih Al Albani
*      Shahih Ibn Hibban (w.354 H)
*      Mustadrak Al-Hakim (w.405



[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2010), h.149.
[2] Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.223.
[3] Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), h.155.
[4] Manna’ al Qaththa, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h.117.
[5] Ahmad Izzan dkk, Ulumul Hadis, (Bandung: Tafakur, 2011), h.149.
[6] Utang Ranuwijaya, Op.Cit., h.156.
[7] Ahmad Izzan dkk, Op.Cit., h.149-150.
[8] Totok Jumantoro, Op.Cit, h.225-227.
[9] Utang Ranuwijaya, Op.Cit., h.166-167.
[10] Ibid, h.168.
[11] Abdul Majid Khon, Op.Cit., h.157-158.
[12] Ibid, h.158-159.

PENDIDIKAN HOLISTIK KOMPREHENSIF


PENDIDIKAN HOLISTIK KOMPREHENSIF
1.      Pengertian Pendidikan Holistik Komprehensif

Pendidikan yang holistik komprehensif adalah pendidikan yang bertujuan memberi kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tetapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa, mewujudkan manusia yang merdeka sebagaimana diungkapkan Ki Hadjar Dewantara, yaitu manusia utuh merdeka yang hidup lahir batinnya tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Sedangkan pendidikan holistik komprehensif adalah pendidikan holistik yang berbasis pada multi pendekatan.
Pendidikan holistik komprehensif adalah pendidikan yang bertolak dari filsafat tentang Tuhan, manusia, masyarakat, alam jagat raya, ilmu pengetahuan dan akhlak mulia yang didasarkan pada nilai-nilai agama. Hasil kajian terhadap semua aspek ini selanjutnya digunakan untuk merumuskan berbagai komponen pendidikan, yakni visi, misi, tujuan, kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, proses belajar mengajar, sarana prasarana, pengelola, pembiayaan, lingkungan, kerjasama dan penilaian.
Dengan demikian, pendidikan holistik komprehensif memiliki ciri-ciri dan corak yang bersifat reflektif, integrasi kurikulum, mengutamakan pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan memanfaatkan seluruh pendekatan dan metode pembelajaran yang memadukan antara yang berbasis pada guru dengan berbasis pada siswa.



2.      Sejarah Pendidikan Holistik Komprehensif

Pendidikan holistik lahir sebagai respons positif dan bijaksana atas krisis ekologi, budaya dan tantangan moral abad ini, yang bertujuan untuk mendorong kaum muda  sebagai generasi penerus agar dapat hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang paling pengertian dan secara berkelanjutan serta ikut berperan dalam pembangunan masyarakat.
Pendidikan holistik berkembang sekitar tahun 1960-1970 sebagai akibat dari keprihatinan merebaknya krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia dan radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya. Namun, sampai saat ini banyak model pendidikan yang berdasarkan pandangan abad ke-19 yang menekankan pada reductionism (pembelajaran yang terkotak-kotak), linear thinking (pembelajaran non sistematik), dan positivism (pembelajaran dimana fisik yang diutamakan) yang membuat siswa sulit untuk memahami relevansi dan nilai (meaning relevance and values) antara yang dipelajari di sekolah dengan kehidupannya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya sisitem pendidikan yang terpusat pada siswa yang dibangun berdasarkan asumsi komunikatif, menyeluruh dan demi pemenuhan jati diri siswa dan guru. Sistem pendidikan holistik inilah yang mampu memenuhi cita-cita pendidikan ini.
Perkembangan gagasan pendidikan holistik komprehensif mulai mengalami kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan holistik nasional yamh diselenggarakan oleh Universitas California pada Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society and The National Center for the Exploration of Human Potential. Enam tahun kemudian, para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistik dengan sebutan 3R’s, yaitu akronim dari relationship, responsibility,dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini lebih diartikan sebagai writing (menulis), reading (membaca), dan arithmetic (menghitung), yang selanjutnya di Indonesia dikenal dengan sebutan “calistung” (membaca, menulis, dan menghitung).

3.      Akar-Akar Landasan Pendidikan Holistik Komprehensif

Pendidikan holistik komprehensif sebagaimana dikemukakan di atas, memiliki landasan normatif, filosofis, psikologis, sosiologis, epistemologis dan historis. Beberapa landasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, secara normatif pendidikan holistik komprehensif dapat di jumpai dalam berbagai ajaran agama yang berdasarkan wahyu yang diturunkan Tuhan, serta penjelasannya yang diberikan para nabi.
Kedua, akar landasan pendidikan holistik dan komprehensif secara filsuf dapat dijumpai pada penjelasan dari para filsuf sejak zaman Yunani Kuno, Filsuf Muslim hingga saat ini, yang mengemukakan tentang jiwa manusia secara utuh. Al-Farabi misalnya, mengatakan bahwa jiwa manusia memiliki tiga daya, yaitu daya al-muharrikah (makan, memelihara, dan berkembang), daya al-mudrikah (merasa dan imajinasi), daya al-nathiqah (akal praktis dan akal teoritis).
Ketiga, pendidikan holistik dan komprehensif dapat menggunakan landasan sosiologis, yaitu sebuah ilmu yang di dalamnya membahas tentang sekumpulan manusia yang berada di sebuah teritori tertentu yang memiliki tujuan dan cita-cita bersama, serta berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dan lainnya. Berbagai informasi yang diberikan ilmu sosiologi yang demikian itu harus dipertimbangkan dalam merancang pendidikan yang holistik dan komprehensif, terutama dalam merumuskan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana, pembiayaan, dan lingkungan pendidikan. Dengan cara demikian, maka pendidikan tidak akan kehilangan makna dan orientasinya dalam mengembangkan masyarakat.
Keempat, pendidikan holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan landasan cultural, yaitu landasan yang melihat bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh sistem budaya yang dianutnya, yakni nilai-nilai yang dianggap luhur, teruji, dan ampuh, yang selanjutnya secara selektif dijadikan sebagai acuan, refrensi, atau blue print dalam menghadapi dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Nilai-nilai tersebut ada di dalam mindset atau pola pikir seseorang yang tertanam kuat dan mempribadi dalam karakter hidupnya. Nilai-nilai budaya tersebut ada yang terkait dengan masalah komunikasi dan interaksi dan sebagainya. Dengan landasan kultural, maka pendidikan holistik dan komprehensif akan bersikap bijaksana, adil dan arif, yakni memperlakukan dan menghargai nilai-nilai budaya tersebut sebagai sebuah kekayaan yang dapat membangun kekuatan dan identitas masyarakat, serta akan menjamin stabilitas masyarakat yang dinamis. Dengan landasan kultural ini dapat dikembangkan konsep pendidikan yang berbasis multikultural, yaitu pendidikan yang menghargai adanya perbedaan budaya di masyarakat, dan menggunakannya sebagai dasar bagi pengembangan setiap anggota masyarakat. Dengan cara demikian, maka berbagai potensi yang ada di masyarakat akan dapat dibangun dan diberdayakan, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan masyarakat dan negara.
Kelima, pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula menggunakan landasan  fisafat keilmuan, yaitu sebuah filsafat yang mengkaji tentang dimensi ontologi (sumber ilmu), epistemologi (cara dan metode dalam mengembangkan ilmu), serta aksiologi (cara mamanfaatkan ilmu).
Keenam, pendidikan  holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan landasan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management), yaitu manajemen yang melihat bahwa seluruh aspek yang terkait dengan fungsi manajemen, yakni planning, organizing, actuating, controling, supervising, evaluating dan revicing sebagai suatu kesatuan yang saling berkaitan, antara strengtenth, weakness, opportunity dan treathment harus saling berkaitan dalam mendukung lahirnya sebuah rencana pengembangan. Selain itu, dalam manajemen mutu ini juga harus melihat pelanggan sebagai titik sentral yang harus mendapatkan perhatian, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Penilaian terhadap sesuatu yang bermutu bukan hanya dari segi hasilnya saja, melainkan juga input, proses, kemasan, pemasaran, pelayanan, penyajian, pasca penggunaan produk dan sebagainya. Berbagai kekurangan, kritik dan saran yang diajukan pelanggan harus dilihat sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa depan.
Ketujuh, pendidikan yang holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan landasan ideologi, yaitu pandangan dan cita-cita yang mendalam, sistematik dan sistematik yang digunakan sebagai kerangka konseptual dalam melaksanakan suatu usaha.
Kedelapan, konsep pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula berlandasan pada konsep insan kamil sebagaimana yang dijumpai pada paham tasawuf sebagaimana dijumpai pada pemikiran al-Jilli. Insan kamil  adalah suatu tema yang berhubungan dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak. Tuhan Yang Maha Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu yang baik dan sempurna. Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Konsep pendidikan yang holistik dan komprehensif dapat memanfaatkan pandangan insan kamil tersebut dalam membangun berbagai komponennya.

4.      Desain Konsep Pendidikan Islam Holistik Komprehensif

Desain konsep pendidikan islam holistik komprehensif pada dasarnya adalah upaya mengonstruksi seluruh komponen pendidikan : visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, lulusan, pengelolaan, saranaprasarana, pembiayaan, lingkungan, kerjasama dan evaluasi dengan berdasarkan pada akar-akar landasan normatif, psikologis, sosiologis, kultural, filsafat keilmuan, manajemen, ideologi, dan tasawuf, sehingga konsep pendidikan tersebut mampu melahirkan manusia seutuhnya.
Kajian yang bersifat akademis terhadap pendidikan holistik komprehensif ini sesungguhnya telah lama dilakukan di Barat. Sedangkan di Indonesia kajian tersebaut secara akademik belum banyak dilakukan, walaupun dalam ucapan dan kebijakan sering disinggung.
Dilihat dari segi sifatnya yang holistik, komprehensif dan integralistik, agama dan filsafat tampaknya memiliki peran dan fungsi yang amat strategis dalam ikut serta membangun desain pendidikan holistik komprehensif.