BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kurikulum nasional, semua program belajar sudah baku, dan siap
untuk digunakan oleh pendidik atau guru. Kurikulum yang demikian sering
bersifat resmi dan dikenal dengan nama ideal curriculum, yakni kurikulum
yang masih berbentuk cita-cita. Kurikulum yang masih berbentuk cita-cita ini
masih perlu untuk dikembangkan menjadi kurikulum yang berbentuk pelaksanaan,
atau sering di kenal dengan actual curriculum yakni kurikulum yang
dilaksanakan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar.
Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas
organisatoris, yakni bentuk penyajian bahan pelajaran atau organisasi
kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum yang dikenal juga dengan sebutan
jenis-jenis kurikulum atau tipe-tipe kurikulum.
Selain itu juga, terdapat beberapa model pengembangan kurikulum.
Aplikasi dari model pengembangan kurikulum bisa didasarkan pada faktor-faktor
konstan, sehingga dasar pemikiran ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menganalisis model kurikulum.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas jenis dan model
pengembangan kurikulum yang akan dijabarkan secara rinci pada bab pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis-Jenis Kurikulum
Jenis-jenis
kurikulum atau sering dikenal dengan organisasi kurikulum adalah pola atau
bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid.
Organisasi kurikulum sangat erat hubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak
dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan isi dan cara
penyampaian pelajaran berbeda pula.[1]
Adapun
organisasi kurikulum tersebut yaitu:
1.
Separateed Subject Curriculum
Kurikulum ini
di pahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya.
Kurikulum mata pelajaran terpisah (separated subject curriculum), bahkan
kurikulumnya dimaksudkan dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang
kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Konsekuensinya
adalah anak didik di haruskan mengambil mata pelajaran semakin banyak.[2]
Mata pelajaran
disusun sedemikian rupa secara logis dan sistematis, sehingga murid dapat
mempelajarinya dengan baik. Akibat dari penggunaan bentuk kurikulum semacam ini
adalah bila muncul suatu cabang baru dalam ilmu pengetahuan, maka mata
pelajaran menjadi bertambah.[3]
Essensi dari
organisasi kurikulum semacam ini adalah bahwa ia mengikuti disiplin yang baik
dan logis. Dengan demikian baik isi maupun pengalaman belajar yang diperoleh
bersifat terpisah-pisah. Adapun isi dari setiap mata pelajaran ditentukan oleh
ahli-ahli mata pelajaran masing-masing. Guru dalam hal ini berfungsi untuk
mencari cara bagaimana agar siswa dapat menguasai mata pelajaran dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu metode mengajar yang paling tepat untuk
digunakan adalah metode exposisi (penyampaian bahan). Sumber utama yang patut
dan paling penting dalam belajar adalah buku teks pelajaran.[4]
Kalau kita
lihat gambar berikut maka diharapkan akan semakin jelas tentang kurikulum mata
pelajaran in.
Gambar: Separated Subject Curriculum
Keunggulan dari bentuk organisasi separated subject curriculum yang
paling menonjol adalah karena bahan pelajaran disusun secara logis dan
sistematis. Sehingga metode untuk mempelajarinya dapat efektif, demikian juga
metode untuk mengorganisasi pengetahuan. Siswa dapat menghipun sebanyak mungkin
ilmu pengetahuan secara efektif dan ekonomis. Dengan mempelajari mata pelajaran
seseorang dapat mengikuti suatu disiplin ilmu pengetahuan tertentu, juga
berlatih untuk menggunakan sistem berfikir tertentu, sehingga kekuatan
intelektualnya berkembang.[5]
Penilaian lebih mudah karena biasanya bahan pelajaran ditentukan
berdasarkan buku-buku pelajaran tertentu sehingga dapat diadakan ujian umum
atau tes hasil belajar yang seragam diseluruh negara.[6]
Manfaat praktis lainnya adalah karena bentuk kurikulum ini sudah
lama digunakan, maka pada umumnya banyak perguruan tinggi menetapkan syarat
masuk berdasarkan kemampuan dalam mata pelajaran. Juga pada umumnya guru sudah
terbiasa dan terdidik dalam mata pelajaran terpisah-pisah sehingga dipandang
lebih mudah dilaksanakan.
Selain mempunyai keunggulan, terdapat pula berbagai kelemahan.
Kelemahan yang paling menonjol adalah, oleh sebab kurikulum terdiri dari mata pelajaran
terpisah-pisah, tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir aktif dan terpadu.
Isi kurikulum merupakan warisan kebudayaan masa lampau, bukan masalah-masalah
yang dihadapi pada situasi sekarang. Ini menyebabkan tidak diperhatikan prinsip
psikologis yaitu minat dan motivasi. Sehingga apa yang dipelajari sering kali
mudah dilupakan, juga tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan dibutuhkan
anak.[7]
2.
Correlated Curriculum
Kurikulum jenis
ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungankan antara yang
satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas.
Sebagai contoh pada mata pelajaran fiqih dapat dihubungkan dengan mata
pelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat anak didik mempelajari shalat maka
dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-Qur’an , Hadits yang berhubungan dengan
shalat , dan lainnya.[8]
Soal shalat
dibicarakan dalam Pelajaran Fiqih dan Pelajaran Al-Qur’an
Soal pelajaran
ekonomi di bicarakan dalam pelajaran sejarah dan pelajaran ilmu hewan.
Gambar:
correlated curriculum
Masih banyak
cara lainnya dalam menghubungkan mata pelajaran dalam kegiatan kurikulum.
Korelasi tersebut dengan memperhatikan tipe korelasinya yakni:
a.
Korelasi
oksional/incidental, maksudnya korelasi dilaksanakan secara tiba-tiba atau
incidental. Misalnya pada pelajaran sejarah dapat dibicarakan yenyang geografi
dan tumbuh-tumbuhan.
b.
Korelasi
etis, yang bertujuan untuk mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi
pelajarannya di pilih pendidikan agama. Misalnya pada pendidikan agama itu
dibicarakan mengenai cara-cara menghormati tamu, orang tua, tetangga, kawan dan
sebagainya.
c.
Korelasi
sistematis, yang mana korelasi ini biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya
mengenai bercocok tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
Beberapa kebaikan
Correlated Curriculum yaitu dengan korelasi pengetahuan siswa lebih integral,
tidak terlepas-lepas. Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu
dengan yang lain, minat siswa bertambah. Korelasi memberikan pengertian yang
lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. Dengan korelasi
maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan
akan fakta, dengan begitu memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional
bagi siswa.[9]
Adapun
disamping kebaikan yang ada, terdapat kelemahan pada Correlated Curriculum
yaitu sulit untuk menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam
kehidupan sehari-hari sebab dasarnya subject centered. Tidak memberikan
pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga
hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan
tinggi.
3.
Broad Fields Curriculum
Broad fields
merupakan bentuk organisasi kurikulum yang dibuat dengan melebur mata pelajaran
sejenis ke dalam satu bidang studi.[10]
Kurikulum broad
fields kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander
menyebutnya dengan sebutan The Broad Fields of Subject Matter. Broad
Field menghapuskan batas-batas dan menyatukan mata pelajaran (subject
matter) yang berhubungan erat. Wiliam B. Ragam mengungkapkan enam macam broad
fields yang umumnya ditemukan di dalam kurikulum sekolah dasar. Keenam broad
fields itu adalah bahasa (language), ilmu pengetahuan sosial (sosial
studies), matematika (maths), sains (science), kesehatan dan
pendidikan olah raga (health and sport), dan kesenian (arts).[11]
Phenik,
merupakan orang yang pertama mencetuskan tipe organisasi broad fields
ini. Keinginan Phenik adalah agar supaya para pendidik mengerti jenis-jenis
arti perkembangan kebudayaan yang efektif, manfaat yang didapatkan dari
berbagai disiplin ilmu , dan upaya mendidik anak agar menghasilkan sesuatu
masyarakat yang civilized.
Kita mengenal
lima macam broad fields dalam kurikulum, yaitu:
a.
Ilmu
pengetahuan sosial (social studies): ilmu bumi, sejarah, civics,
ekonomi, dan sejenisnya.
b.
Bahasa
(language arts): membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak,
pengetahuan bahasa.
c.
Ilmu
pengetahuan alam (natural sciences): ilmu alam, ilmu hayat, ilmu kimia,
ilmu kesehatan, biologi.
d.
Matematika:
berhitung, aljabar, ilmu ukur sudut, bidang dan ruang, dan statistik.
e.
Kesenian:
seni tari, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama.[12]
Soetopo dan
Soemanto mengemukakan bahwa keunggulan kurikulum broad fields ialah
adanya kombinasi mata pelajaran akan semakin dirasakan kegunaannya, sehingga
memungkinkan pengadaan mata pelajaran yang kaya akan pengertian dan
mementingkan prinsip dasar serta generalisasi. Sementara itu kelemahannya ialah
hanya memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak, kurang logis dari suatu
mata pelajaran.
4.
Integrated Curriculum
Kurikulum
terpadu (integrated curriculum) merupakan suatu produk dari usaha
pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai macam masalah tertentu yang
memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ilmu atau
mata pelajaran.[13]
Integrated
curriculum mempunyai ciri
yang sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang sama dari semua
anak didik. Guru, orang tua, dan anak didik merupakan komponen-komponen yang
bertanggung jawab dalam proses pengembangannya. Di sisi lain, kurikulum ini
juga mengalami kesulitan-kesulitan bagi anak didik terutama apabila dipandang
dari ujian akhir atau test akhir tau tes masuk uniform. Sebagai
persiapan studi perguruan tinggi yang memerlukan pengetahuan yang logis,
sistematis, kurikulum jenis ini akan mengalami kekuatan. Meskipun demikian
selama percobaan delapan tahun (1932-1940), dengan kurikulum terpadu dapat
mengikuti pelajaran dengan baik, dan tidak kalah dengan prestasi anak didik
lain yang menggunakan kurikulum konvensional, dan justru mereka memiliki nilai
tambah dalam hal perkembangan dan kemantapan kepribadian dan dalam aktivitas
sosial kemasyarakatan.
Integrated
curriculum (kurikulum
terpadu) juga mementingkan aspek-aspek
psikologi yang berpengaruh terhadap integrasi pribadi individu dan
lingkungannya. Kurikulum terpadu menurut Soetopo dan Soemanto dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk yakni The Child Centered Curriculum, The Social
Functions, dan The Experience Curriculum.
B.
Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah
konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep dasar. Dalam kegiatan
pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya ulasan tentang
salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang memberikan ulasan tentang keseluruhan
proses kurikulum, tetapi ada pula yang hanya menekankan pada mekanisme
pengembangannya saja.[14]
1.
Model Pengembangan Kurikulum Zais
Robert S. Zais
mengemukakan adanya beberapa macam model pengembangan kurikulum. Beberapa Zais:
a)
Model
Administratif
Model
administratif sering disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan pula
sebagai model dari atas ke bawah. Model ini pada dasarnya mudah dilaksanakan
pada negara penganut sistem sntralisasi dalam pengembangan kurikulum dan juga
bagi negara yang kemapuan profesional gurunya masih lemah.[15]
Pengembangan
kurikulum ini dilaksanakan sebagai berikut:
f Atasan membentuk tim yang terdiri atas pejabat teras yang berwenang
(pengawas, pendidikan, kepala sekolah, dan pengajar inti).
f Tim merencanakan konsep rumusan tujuan dan falsafah yang diikuti.
f Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para
spesialis kurikulum dan staf pengajar yang berugas untuk merumuskan tujuan
khusus, GBPP, dan kegiatan belajar.
f Hasil kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman
atau hasil dari try out.
f Setelah try out yang dilaksanakan oleh beberapa kepala
sekolah, dan telah direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut
diimplementasikan.
b)
Model
dari Bawah (Grass-Roats)
Model yang ini
inisiatif berasal dari bawah. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok,
yaitu:
a.
Implementasi
kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari
semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum.
b.
Pengembangan
kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi
juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan
kurikulum ini, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangatlah
penting. Kerjasama diantara sesama guru dengan sendirinya merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari model ini.[16]
Model ini
didasarkan atas empat prinsip, yaitu:
a.
Kurikulum
akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru bertambah baik.
b.
Kompetensi
guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi
kurikulum.
c.
Jika
guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi,
mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil
pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.
Hendaknya
diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling
memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan,
dan rencana.[17]
Langkah-langkahnya
yaitu:
v Inisiatif pengembangan berasal dari bawah (para pengajar).
v Tim pangajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain orang
tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
v Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
v Untuk memantapkan konsep perkembangan yang telah dirintisnya
diadakan lokal karya mencari input yang diperlukan.
c)
Model
Demonstrasi
Model yang ini,
inisiatif berasal dari kebersamaan dan hasilnya diumumkan disekolah sekitar
yaitu langkah-langkahnya:
Staf,
pengajar pda suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya
lebih baik.
Dan
kemudian hasilnya disebarluaskan disekolah sekitar.
Keuntungan
model demonstrasi antara lain:
Disebabkan
kurikulum yang dihasilkan telah melalui uji coba dalam praktik yang nyata, maka
dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
Perubahan
kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima
daripada perubahan secara keseluruhan.
Mudah
mengatasi hambatan.
Menempatkan
guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator
dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program
baru.[18]
Kelamahan utama
model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme baru. Guru-guru yang tidak
terlibat di dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, curiga, tidak
percaya, dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan
setengah hati.[19]
d)
Model
Beaucham
Model ini
dikembangkan oleh G. A Beaucham. Langkah-langkahnya yaitu:
Ø Menentukan arena yaitu suatu gagasan pengambangan kurikulum yang
telah dilaksanakan di kelas, diperluas disekolah, disebarkan sekolah-sekolah
daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional.
Ø Memilih kemudian mengikutsertakan para pengembangan kurikulum yang
terdiri dari ahli kurikulum, wakil kelompok profesional, staf pengajar, petugas
bimbingan, dan narasumber lain.
Ø Mengorganisasikan dan menetukan prosedur perencanaan kurikulum yang
meliputi penentuan tujuan, materi pelajaran, dan kegiatan belajar. Untuk tugas
tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinasi yang bertugas.
Ø Menerapkan atau melaksanakan kurikulum secara sistematis disekolah.
Ø Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.[20]
e)
Model
Terbalik Hilda Taba
Model ini
dikembangkan oleh Hilda Taba atas data edukatif yang disebut model terbalik
karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang
datangnya dari atas secara edukatif. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
ü Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi,
menemukan penilaian, memperhatikan antara luas dan dalam nya bahan kemudian
disusunlah suatu unit kurikulum.
ü Mengadakan try out.
ü Mengadakan revisi atas dasar try out.
ü Menyusun kerangka kerja teori.
ü Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.[21]
f)
The
Systematic Action-Reseacrh Model
Tiga faktor
utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan
antarmanusia, organisasi sekolah, dan masyarakat, serta otoritas ilmu.[22] Langkah-langkah
dalam model ini adalah:
§ Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu
diteliti secara mendalam.
§ Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
§ Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan
masalahnya.
§ Menetukan keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan
masalah tersebut.melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan
rencana yang telah disusun.
§ Mencari fakta secara meluas.
§ Menilai tentang kekuatan dan kelemahan.
2.
Model Pengembangan Kurikulum Roger
Beberapa model
yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai
dengan yang komplit. Adapun model-model tersebut (ada empat model) dapat
dikemukakan sebagai berikut:
· Model I (yang paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan
pendidikan hanya semata-mata terdiri dari kegiatan memberi informasi (isi
pelajaran) dan ujian. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa pendidikan aalah
evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi
materi dan informasi.
· Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I di atas dengan
menambahkan kedua dengan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan, yaitu tentang
metode dan organisasi bahan pelajaran.
· Model III pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan model
yang belum dapat memberikan unsur-unsur teknologi pendidikan kedalamnya.
· Model IV pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III,
yaitu dengan cara memasukkan unsur-unsur tujuan kedalamnya.
Dari
macam-macam model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan diatas, maka
ditemukan perbedaan- perbedaan dalam hal bentuk, kelemahan dan kelebihan
masing-masing. Sebenarnya masih terdapat banyak model kurikulum lain, namun
pada dasarnya kurikulum tersebut memiliki komponen tujuan, bahan, proses
belajar mengajar, dan penilaian atau evaluasi yang sama.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahsan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Jenis-jenis
kurikulum ada empat yaitu separated subject curriculum, correlated curriculum,
broad fields curriculum, dan integrated curriculum. Keempat jenis kurikulum
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Pertimbangan yang
mendalam dalam menggunakan suatu bentuk tertentu perlu dilakukan. Oleh karena
itu setiap pengembang kurikulum sepatutnya dapat melihat berbagai keunggulan maupun
kelemahan yang dimiliki oleh masing-msing jenis kurikulum, agar dapat dicarikan
suatu cara mengurangi kelemahan bila suatu bentuk tertentu dipilih.
2.
Model
pengembang kurikulum menurut Zais ada 6 yaitu model administratif, model dari
bawah, model demonstrasi, model beaucham, model terbalik hilda taba, dan the
systematic action-reseacrh model. Setiap model memiliki titik pandang yang
berbeda menurut para pengembang. Kita tidak dapat mengatakan suatu model lebih
ampuh dari model lainnya karena masing-masing model memiliki keuntungan dan
kelemahannya. Apabila kita ingin menerapkan suatu model, sebaiknya dikaji
terlebih dahulu situasi dan kondisi kerja yang ada serta kepentingan kita,
kemudian menentukan model manakah yang dapat diterapkan dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan
beberapa model.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Moh. Pengembangan
Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru, 1989.
Arifin, Zainal.
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Chasanatin, Haiatin.
Pengembangan Kurikulum. Metro: STAIN Jurai Siwo Metro, 2012.
Suryosubroto. Tatalaksana
Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
[1] Suryosubroto, Tatalaksana
Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h.1
[2] Haiatin
Chasanatin, Pengembangan Kurikulum, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro,
2012), h.41.
[3] Moh. Ali, Pengembangan
Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h.110
[4] Ibid.,
h.110.
[5] Ibid.,
h.111.
[6] Suryosubroto, Op.
Cit., h.2.
[7] Moh. Ali, Op.
Cit., h.111.
[8] Haiatin
Chasanatin, Op. Cit., h.42.
[9] Suryosubroto, Op.
Cit., h.4.
[10] Moh. Ali, Op.
Cit., h.112.
[11] Haiatin
Chasanatin, Op. Cit., h.44.
[12] Moh. Ali, Op.
Cit., h.113-114.
[13] Haiatin
Chasanatin, Op. Cit., h.45.
[14] Ibid., h.46.
[15] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012), h. 138-139.
[16] Ibid., h.
138-139.
[17] Ibid., h.139.
[18] Ibid., h.140.
[19] Ibid., h.140.
[20] Haiatin
Chasanatin, Op. Cit., h.48.
[21] Ibid.,
h.48.
[22] Zainal Arifin,
Op. Cit., h.142.
kamu kok dapet bukunya bu haiatin, memang mhasiswi mana??
BalasHapus