Selasa, 08 Oktober 2013

Jenis dan Model Pengembangan Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kurikulum nasional, semua program belajar sudah baku, dan siap untuk digunakan oleh pendidik atau guru. Kurikulum yang demikian sering bersifat resmi dan dikenal dengan nama ideal curriculum, yakni kurikulum yang masih berbentuk cita-cita. Kurikulum yang masih berbentuk cita-cita ini masih perlu untuk dikembangkan menjadi kurikulum yang berbentuk pelaksanaan, atau sering di kenal dengan actual curriculum yakni kurikulum yang dilaksanakan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar.
Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk penyajian bahan pelajaran atau organisasi kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum yang dikenal juga dengan sebutan jenis-jenis kurikulum atau tipe-tipe kurikulum.
Selain itu juga, terdapat beberapa model pengembangan kurikulum. Aplikasi dari model pengembangan kurikulum bisa didasarkan pada faktor-faktor konstan, sehingga dasar pemikiran ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis model kurikulum.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas jenis dan model pengembangan kurikulum yang akan dijabarkan secara rinci pada bab pembahasan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Jenis-Jenis Kurikulum
Jenis-jenis kurikulum atau sering dikenal dengan organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi kurikulum sangat erat hubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan isi dan cara penyampaian pelajaran berbeda pula.[1]
Adapun organisasi kurikulum tersebut yaitu:
1.    Separateed Subject Curriculum
Kurikulum ini di pahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah (separated subject curriculum), bahkan kurikulumnya dimaksudkan dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Konsekuensinya adalah anak didik di haruskan mengambil mata pelajaran semakin banyak.[2]
Mata pelajaran disusun sedemikian rupa secara logis dan sistematis, sehingga murid dapat mempelajarinya dengan baik. Akibat dari penggunaan bentuk kurikulum semacam ini adalah bila muncul suatu cabang baru dalam ilmu pengetahuan, maka mata pelajaran menjadi bertambah.[3]
Essensi dari organisasi kurikulum semacam ini adalah bahwa ia mengikuti disiplin yang baik dan logis. Dengan demikian baik isi maupun pengalaman belajar yang diperoleh bersifat terpisah-pisah. Adapun isi dari setiap mata pelajaran ditentukan oleh ahli-ahli mata pelajaran masing-masing. Guru dalam hal ini berfungsi untuk mencari cara bagaimana agar siswa dapat menguasai mata pelajaran dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu metode mengajar yang paling tepat untuk digunakan adalah metode exposisi (penyampaian bahan). Sumber utama yang patut dan paling penting dalam belajar adalah buku teks pelajaran.[4]
Kalau kita lihat gambar berikut maka diharapkan akan semakin jelas tentang kurikulum mata pelajaran in.















Oval: Nahwu
Oval: Sharaf
Oval: Khat
Oval:   Imla’



Oval: Muhadatsah
Oval: Qiraat
Oval: Balaghah

 





Gambar: Separated Subject Curriculum
Keunggulan dari bentuk organisasi separated subject curriculum yang paling menonjol adalah karena bahan pelajaran disusun secara logis dan sistematis. Sehingga metode untuk mempelajarinya dapat efektif, demikian juga metode untuk mengorganisasi pengetahuan. Siswa dapat menghipun sebanyak mungkin ilmu pengetahuan secara efektif dan ekonomis. Dengan mempelajari mata pelajaran seseorang dapat mengikuti suatu disiplin ilmu pengetahuan tertentu, juga berlatih untuk menggunakan sistem berfikir tertentu, sehingga kekuatan intelektualnya berkembang.[5]
Penilaian lebih mudah karena biasanya bahan pelajaran ditentukan berdasarkan buku-buku pelajaran tertentu sehingga dapat diadakan ujian umum atau tes hasil belajar yang seragam diseluruh negara.[6]
Manfaat praktis lainnya adalah karena bentuk kurikulum ini sudah lama digunakan, maka pada umumnya banyak perguruan tinggi menetapkan syarat masuk berdasarkan kemampuan dalam mata pelajaran. Juga pada umumnya guru sudah terbiasa dan terdidik dalam mata pelajaran terpisah-pisah sehingga dipandang lebih mudah dilaksanakan.
Selain mempunyai keunggulan, terdapat pula berbagai kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah, oleh sebab  kurikulum terdiri dari mata pelajaran terpisah-pisah, tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir aktif dan terpadu. Isi kurikulum merupakan warisan kebudayaan masa lampau, bukan masalah-masalah yang dihadapi pada situasi sekarang. Ini menyebabkan tidak diperhatikan prinsip psikologis yaitu minat dan motivasi. Sehingga apa yang dipelajari sering kali mudah dilupakan, juga tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan dibutuhkan anak.[7]
2.    Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungankan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas. Sebagai contoh pada mata pelajaran fiqih dapat dihubungkan dengan mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat anak didik mempelajari shalat maka dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-Qur’an , Hadits yang berhubungan dengan shalat , dan lainnya.[8]



Soal shalat dibicarakan dalam Pelajaran Fiqih dan Pelajaran Al-Qur’an




Soal pelajaran ekonomi di bicarakan dalam pelajaran sejarah dan pelajaran ilmu hewan.
Gambar: correlated curriculum

Masih banyak cara lainnya dalam menghubungkan mata pelajaran dalam kegiatan kurikulum. Korelasi tersebut dengan memperhatikan tipe korelasinya yakni:
a.    Korelasi oksional/incidental, maksudnya korelasi dilaksanakan secara tiba-tiba atau incidental. Misalnya pada pelajaran sejarah dapat dibicarakan yenyang geografi dan tumbuh-tumbuhan.
b.    Korelasi etis, yang bertujuan untuk mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi pelajarannya di pilih pendidikan agama. Misalnya pada pendidikan agama itu dibicarakan mengenai cara-cara menghormati tamu, orang tua, tetangga, kawan dan sebagainya.
c.    Korelasi sistematis, yang mana korelasi ini biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya mengenai bercocok tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

Beberapa kebaikan Correlated Curriculum yaitu dengan korelasi pengetahuan siswa lebih integral, tidak terlepas-lepas. Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat siswa bertambah. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi siswa.[9]
Adapun disamping kebaikan yang ada, terdapat kelemahan pada Correlated Curriculum yaitu sulit untuk menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari sebab dasarnya subject centered. Tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.
3.    Broad Fields Curriculum
Broad fields merupakan bentuk organisasi kurikulum yang dibuat dengan melebur mata pelajaran sejenis ke dalam satu bidang studi.[10]
Kurikulum broad fields kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander menyebutnya dengan sebutan The Broad Fields of Subject Matter. Broad Field menghapuskan batas-batas dan menyatukan mata pelajaran (subject matter) yang berhubungan erat. Wiliam B. Ragam mengungkapkan enam macam broad fields yang umumnya ditemukan di dalam kurikulum sekolah dasar. Keenam broad fields itu adalah bahasa (language), ilmu pengetahuan sosial (sosial studies), matematika (maths), sains (science), kesehatan dan pendidikan olah raga (health and sport), dan kesenian (arts).[11]
Phenik, merupakan orang yang pertama mencetuskan tipe organisasi broad fields ini. Keinginan Phenik adalah agar supaya para pendidik mengerti jenis-jenis arti perkembangan kebudayaan yang efektif, manfaat yang didapatkan dari berbagai disiplin ilmu , dan upaya mendidik anak agar menghasilkan sesuatu masyarakat yang civilized.
Kita mengenal lima macam broad fields dalam kurikulum, yaitu:
a.    Ilmu pengetahuan sosial (social studies): ilmu bumi, sejarah, civics, ekonomi, dan sejenisnya.
b.    Bahasa (language arts): membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, pengetahuan bahasa.
c.    Ilmu pengetahuan alam (natural sciences): ilmu alam, ilmu hayat, ilmu kimia, ilmu kesehatan, biologi.
d.   Matematika: berhitung, aljabar, ilmu ukur sudut, bidang dan ruang, dan statistik.
e.    Kesenian: seni tari, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama.[12]

Soetopo dan Soemanto mengemukakan bahwa keunggulan kurikulum broad fields ialah adanya kombinasi mata pelajaran akan semakin dirasakan kegunaannya, sehingga memungkinkan pengadaan mata pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar serta generalisasi. Sementara itu kelemahannya ialah hanya memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak, kurang logis dari suatu mata pelajaran.
4.    Integrated Curriculum
Kurikulum terpadu (integrated curriculum) merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai macam masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran.[13]
Integrated curriculum mempunyai ciri yang sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang sama dari semua anak didik. Guru, orang tua, dan anak didik merupakan komponen-komponen yang bertanggung jawab dalam proses pengembangannya. Di sisi lain, kurikulum ini juga mengalami kesulitan-kesulitan bagi anak didik terutama apabila dipandang dari ujian akhir atau test akhir tau tes masuk uniform. Sebagai persiapan studi perguruan tinggi yang memerlukan pengetahuan yang logis, sistematis, kurikulum jenis ini akan mengalami kekuatan. Meskipun demikian selama percobaan delapan tahun (1932-1940), dengan kurikulum terpadu dapat mengikuti pelajaran dengan baik, dan tidak kalah dengan prestasi anak didik lain yang menggunakan kurikulum konvensional, dan justru mereka memiliki nilai tambah dalam hal perkembangan dan kemantapan kepribadian dan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan.
Integrated curriculum (kurikulum terpadu)  juga mementingkan aspek-aspek psikologi yang berpengaruh terhadap integrasi pribadi individu dan lingkungannya. Kurikulum terpadu menurut Soetopo dan Soemanto dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yakni The Child Centered Curriculum, The Social Functions, dan The Experience Curriculum.

B.     Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep dasar. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang memberikan ulasan tentang keseluruhan proses kurikulum, tetapi ada pula yang hanya menekankan pada mekanisme pengembangannya saja.[14]
1.    Model Pengembangan Kurikulum Zais
Robert S. Zais mengemukakan adanya beberapa macam model pengembangan kurikulum. Beberapa Zais:
a)    Model Administratif
Model administratif sering disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan pula sebagai model dari atas ke bawah. Model ini pada dasarnya mudah dilaksanakan pada negara penganut sistem sntralisasi dalam pengembangan kurikulum dan juga bagi negara yang kemapuan profesional gurunya masih lemah.[15]
Pengembangan kurikulum ini dilaksanakan sebagai berikut:
f  Atasan membentuk tim yang terdiri atas pejabat teras yang berwenang (pengawas, pendidikan, kepala sekolah, dan pengajar inti).
f  Tim merencanakan konsep rumusan tujuan dan falsafah yang diikuti.
f  Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar yang berugas untuk merumuskan tujuan khusus, GBPP, dan kegiatan belajar.
f  Hasil kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out.
f  Setelah try out yang dilaksanakan oleh beberapa kepala sekolah, dan telah direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.

b)   Model dari Bawah (Grass-Roats)
Model yang ini inisiatif berasal dari bawah. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu:
a.    Implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum.
b.    Pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum ini, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangatlah penting. Kerjasama diantara sesama guru dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari model ini.[16]

Model ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu:
a.    Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru bertambah baik.
b.    Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi kurikulum.
c.    Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.   Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.[17]

Langkah-langkahnya yaitu:
v  Inisiatif pengembangan berasal dari bawah (para pengajar).
v  Tim pangajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
v  Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
v  Untuk memantapkan konsep perkembangan yang telah dirintisnya diadakan lokal karya mencari input yang diperlukan.

c)    Model Demonstrasi
Model yang ini, inisiatif berasal dari kebersamaan dan hasilnya diumumkan disekolah sekitar yaitu langkah-langkahnya:
*        Staf, pengajar pda suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya lebih baik.
*        Dan kemudian hasilnya disebarluaskan disekolah sekitar.

Keuntungan model demonstrasi antara lain:
*        Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui uji coba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
*        Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.
*        Mudah mengatasi hambatan.
*        Menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru.[18]

Kelamahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme baru. Guru-guru yang tidak terlibat di dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, curiga, tidak percaya, dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati.[19]

d)   Model Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G. A Beaucham. Langkah-langkahnya yaitu:
Ø  Menentukan arena yaitu suatu gagasan pengambangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas disekolah, disebarkan sekolah-sekolah daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional.
Ø  Memilih kemudian mengikutsertakan para pengembangan kurikulum yang terdiri dari ahli kurikulum, wakil kelompok profesional, staf pengajar, petugas bimbingan, dan narasumber lain.
Ø  Mengorganisasikan dan menetukan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi penentuan tujuan, materi pelajaran, dan kegiatan belajar. Untuk tugas tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinasi yang bertugas.
Ø  Menerapkan atau melaksanakan kurikulum secara sistematis disekolah.
Ø  Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.[20]

e)    Model Terbalik Hilda Taba
Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas data edukatif yang disebut model terbalik karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara edukatif. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
ü Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan antara luas dan dalam nya bahan kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
ü Mengadakan try out.
ü Mengadakan revisi atas dasar try out.
ü Menyusun kerangka kerja teori.
ü Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.[21]

f)    The Systematic Action-Reseacrh Model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah, dan masyarakat, serta otoritas ilmu.[22] Langkah-langkah dalam model ini adalah:
§  Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam.
§  Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
§  Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya.
§  Menetukan keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut.melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun.
§  Mencari fakta secara meluas.
§  Menilai tentang kekuatan dan kelemahan.

2.    Model Pengembangan Kurikulum Roger
Beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Adapun model-model tersebut (ada empat model) dapat dikemukakan sebagai berikut:
·      Model I (yang paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan hanya semata-mata terdiri dari kegiatan memberi informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa pendidikan aalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi.
·      Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I di atas dengan menambahkan kedua dengan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan, yaitu tentang metode dan organisasi bahan pelajaran.
·      Model III pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan model yang belum dapat memberikan unsur-unsur teknologi pendidikan kedalamnya.
·      Model IV pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan cara memasukkan unsur-unsur tujuan kedalamnya.

Dari macam-macam model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan diatas, maka ditemukan perbedaan- perbedaan dalam hal bentuk, kelemahan dan kelebihan masing-masing. Sebenarnya masih terdapat banyak model kurikulum lain, namun pada dasarnya kurikulum tersebut memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan penilaian atau evaluasi yang sama.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahsan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.        Jenis-jenis kurikulum ada empat yaitu separated subject curriculum, correlated curriculum, broad fields curriculum, dan integrated curriculum. Keempat jenis kurikulum tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Pertimbangan yang mendalam dalam menggunakan suatu bentuk tertentu perlu dilakukan. Oleh karena itu setiap pengembang kurikulum sepatutnya dapat melihat berbagai keunggulan maupun kelemahan yang dimiliki oleh masing-msing jenis kurikulum, agar dapat dicarikan suatu cara mengurangi kelemahan bila suatu bentuk tertentu dipilih.
2.        Model pengembang kurikulum menurut Zais ada 6 yaitu model administratif, model dari bawah, model demonstrasi, model beaucham, model terbalik hilda taba, dan the systematic action-reseacrh model. Setiap model memiliki titik pandang yang berbeda menurut para pengembang. Kita tidak dapat mengatakan suatu model lebih ampuh dari model lainnya karena masing-masing model memiliki keuntungan dan kelemahannya. Apabila kita ingin menerapkan suatu model, sebaiknya dikaji terlebih dahulu situasi dan kondisi kerja yang ada serta kepentingan kita, kemudian menentukan model manakah yang dapat diterapkan dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan beberapa model.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Moh. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru, 1989.
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Chasanatin, Haiatin. Pengembangan Kurikulum. Metro: STAIN Jurai Siwo Metro, 2012.
Suryosubroto. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.


[1] Suryosubroto, Tatalaksana Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h.1
[2] Haiatin Chasanatin, Pengembangan Kurikulum, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro, 2012), h.41.
[3] Moh. Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h.110
[4] Ibid., h.110.
[5] Ibid., h.111.
[6] Suryosubroto, Op. Cit., h.2.
[7] Moh. Ali, Op. Cit., h.111.
[8] Haiatin Chasanatin, Op. Cit., h.42.
[9] Suryosubroto, Op. Cit., h.4.
[10] Moh. Ali, Op. Cit., h.112.
[11] Haiatin Chasanatin, Op. Cit., h.44.
[12] Moh. Ali, Op. Cit., h.113-114.
[13] Haiatin Chasanatin, Op. Cit., h.45.
[14] Ibid., h.46.
[15] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 138-139.
[16] Ibid., h. 138-139.
[17] Ibid., h.139.
[18] Ibid., h.140.
[19] Ibid., h.140.
[20] Haiatin Chasanatin, Op. Cit., h.48.
[21] Ibid., h.48.
[22] Zainal Arifin, Op. Cit., h.142.

1 komentar:

  1. kamu kok dapet bukunya bu haiatin, memang mhasiswi mana??

    BalasHapus