Disusun Oleh :
Nama :An Nisa Windi Aulia
NPM : 1167101
Nama :An Nisa Windi Aulia
NPM : 1167101
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Sebagai salah
satu lembaga pendidikan, sekolah membutuhkan pelayanan BK dalam penyelenggaraan
dan peningkatan kondisi kehidupan di sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan
yang berjalan seiring dengan visi profesi konseling yaitu: Terwujudnya
kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan
dalam memberikan dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar individu
berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Namun untuk mencapai
tujuan tersebut konselor haruslah memenuhi asas dan prinsip-prisip bimbingan
dan konseling. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan
dan lebih menjamin keberhasilan layanan atau kegiatan, sedangkan
pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan,
serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan atau kegiatan bimbingan dan
konseling itu sendiri. Begitu pula dengan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling tidak bisa diabaikan begitu saja, karena prinsip bimbingan dan
konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan
pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di ikuti dalam
pelaksanaan program pelayanan bimbingan. Dan dapat juga dijadikan sebagai
seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam
pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Untuk itu
makalah ini akan membahas prinsip dan asas bimbingan konseling pada bab
selanjutnya.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka dapat kita rumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1.
Apa saja prinsip-prinsip bimbingan konseling?
2.
Apa saja asas-asas bimbingan
konseling?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Untuk
mengetahui landasan-landasan bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip yang berasal
dari akar kata prinsipia, dapat diartikan sebagai permulaan yang dengan suatu
cara tertentu melahirkan hal-hal lain yang keberadaannya tergantung dari pemula
itu.[1]
Prinsip
merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan.[2]
Terdapat
beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi
layanan bimbingan. Prinsip-prinsip itu berasal dari konsep filosofis tentang
kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau bimbingan,
baik di sekolah maupun di luar sekolah.[3]
Guru pembimbing
yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsip-prinsip dasar
bimbingan dan konseling akan dapat
menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktek pembeian
layanan bimbingan dan konseling.[4]
Maknanya
apabila bimbingan dan konseling dilaksanakan tidak sesuai dengan prinsip- prinsipnya,
berarti bukan bimbingan dan koseling dalam arti yang sebenarnya.[5]
Prinsip-prinsip
yang akan dibahas adalah ditinjau dari prinsip-prinsip secara umum dan secara
khusus.
1.
Prinsip-Prinsip Umum
a.
Karena
bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlulah
iingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek
kepribadian yang unik dan ruwet.
b.
Perlu
dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-individu yang
dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh individu yang bersangkutan.
c.
Bimbingan
harus berpusat pada individu yang dibimbing.
d.
Masalah
yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan kepada individu atau
lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.[6]
e.
Pelaksanaan
bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang
dirasakan individu yang dibimbing. Individu atau siswa memiliki beragam
kebutuhan, oleh sebab itu, dalam pemberian bantuan harus diawali dengan
mengidentifikasi berbgai kebutuhan individu atau siswa yang bersangkutan.
f.
Upaya
pemberian bantuan harus dilakukan secara fleksibel (tidak kaku). Artinya harus
bisa menyesuaikan dengan kondisi.
g.
Program
bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan program pendidikan dan
pembelajaran di sekolah atau madrasah yang bersangkutan. Bimbingan dan
konseling di sekolah dilakukan dalam rangkah mendukung implementasi program
pendidikan dan pembelajaran. Oleh sebab itu, rumusan programnya harus
disesuaikan dan sinergi dengan program sekolah dan madrasah yang bersangkutan.[7]
h.
Pelaksanaan
program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki keahlian
dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerja sama dengan para pembantunya serta
dapat bersedia mempergunakan sumber-sumber yang berguna di luar sekolah.
i.
Terhadap
program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian teratur untuk mengetahui
sampai diaman hasil dan manfaat yang diperoleh serta penyesuaian antara
pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.[8]
2.
Prinsip-Prinsip Khusus
1)
Prinsip-Prinsip
Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan
Sasaran
pelayanan bimbingan dan koseling adalah individu-individu, baik secara
perorangan maupun kelompok. Individu- individu itu sangat bervariasi, misalnya
dalam hal umurnya, jenis kelaminnya,
status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatan,
keterikatannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya.
Berbagai variasi itu menyebabkan individu satu berbeda dari yang lainnya.
Variasi dan
keunikan keindividualan, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta sikap dan
tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupan itu mendorong dirumuskan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a)
Bimbingan
dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin,
suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b)
Bimbingan
dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk
dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik. Oleh karena itu,
pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan
pribadi individu.
c)
Untuk
mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan
individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu
dengan berbgai kekuatan, kelemahan, dan permasalahan.
d)
Setiap
aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor
yang secara potensial mengarah kepada sikap dan pola-pola tingkah laku yang
tidak seimbang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling yang
bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman
harus mempertimbangkan berbagai aspek
perkembangan individu.
e)
Meskipun
individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan
individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan
memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu- individu tertentu, baik
mereka itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa.[9]
2)
Prinsip-Prinsip
Berkenaan dengan Masalah Individu
Berbagai faktor
yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif.
Faktor- faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan
terhadap kelangsungan perkembangan dan
kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri
individu. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua
individu dengan berbagai masalahnya. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada
pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani
masalah klien terbatas.[10]
Prinsip- prinsip
yang berkenaan dengan hal itu adalah:
a)
Bimbingan
dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental
atau fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah serta
dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh
lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b)
Kesenjangan
sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada
individu dan kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan.[11]
3)
Prinsip-Prinsip
Berkenaan dengan Program Pelayanan
Program
bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah berorientasi kepada seluruh
warga sekolah.[12]
Adapun
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling berkenaan dengan program pelayanan:
a)
Bimbingan
dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan
individu, oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan
dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
b)
Program
bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan kebutuhan individu,
masyarakat, dan kondisi lembaga.
c)
Program
bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan
terendah sampai tertinggi.[13]
4)
Prinsip-Prinsip
Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
Implementasi
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah akan melibatkan
berbagai pihak di sekolah atau madrasah yang bersangkutan dan pihak- pihak lain
di luar sekolah dan madrasah. Oleh karena itu, kerja sama dengan berbagai pihak
di dalam maupun di luar sekolah dan madrasah untuk suksesnya pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah dam madrasah perlu dikembangkan secara
optimal.
Adapun
prinsip-prinsipnya yaitu:
a)
Bimbingan
dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu
membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
b)
Dalam
proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh
individu hendaknya atas kemauaan individu itu sendiri, bukan karena desakan
dari pembimbing atau pihak lain.
c)
Permasalahn
individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi.
d)
Kerjasama
antara pembimbing, guru, dan orang tua amat menentukan hasil layanan bimbingan.
e)
Pengembangan
program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang
maksiamal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlihat
dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.[14]
5)
Prinsip-Prinsip
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Di sekolah
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan
amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur,
sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada
kadar yang tinggi.[15]
Namun harapan
akan tumbuh-kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
sesubur-suburnya itu sering kali masih tetap berupa harapan saja. Ada enam
prinsip pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu:
a)
Konselor
harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas, dan
memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut.
b)
Konselor
harus selalau mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan
hubungan konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa.
c)
Konselor
bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor profesional dan
menerjemahkan peranannya itu kedalam kegiatan nyata.
d)
Konselor
bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa yang gagal, yang menimbulkan
gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami permasalahan
emosional, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru,
konselor dan personal sekolah lainnya.
e)
Konselor
harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa yang mengalami
masalah dengan kadar cukup parah dan siswa yang menderita gangguan emosional,
khususnya melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di
sekolah dan diluar sekolah serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
f)
Konselor
harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan
perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-kecemasannya.[16]
Senada dengan
prinsip-prinsip diatas, Biasco mengidentifikasilima prinsip bimbingan yaitu:
a)
Bimbingan,
baik sebagai konsep maupun proses merupakan bagian integral program pendidikan
di sekolah. Oleh karena itu, bimbingan dirancang untuk melayani semua siswa,
bukan hanya anak yang berbakat atau yang mempunyai masalah.
b)
Program
bimbingan akan berlangsungdengan efektif apabila ada upaya kerjasama
antarpersonel sekolah, juga dibantu oleh personel dari luar sekolah seperti
orang tua siswa atau para spesialis.
c)
Layanan
bimbingan didasarkan kepada asumsi bahwa individu memiliki peluang yang lebih
baik untuk berkembang melalui pemberian bantuan terencana.
d)
Bimbingan
berasumsi bahwa individu, termasuk anak-anak memiliki hak untuk menentukan
sendiri dalam melakukan pilihan. Pengalaman dalam melakukan pilihan sendiri
tersebut berkontribusi kepada perkembangan rasa tanggung jawabnya.
e)
Bimbingan
ditujukan kepada perkembangan pribadi setiap siswa, baik menyangkut aspek
akademik, sosial, pribadi, maupun vokasional.[17]
B.
Asas Bimbingan Konseling
Pelayanan
bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional, oleh sebab itu harus
dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asa tertentu. Dengan
mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tersebut diharapkan efektivitas dan
efisiensi proses bimbingan dan konseling dapat tercapai. Selain itu agar tidak
terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan.[18]
Dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut
dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan- ketentuan
yang harus ditetapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.
Asas-asas
bimbingan dan konseling terbagi menjadi dua bagian, yaitu asas-asas bimbingan
dan konseling yang berhubungan dengan individu (siswa), dan asas-asas bimbingan
dan konseling yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan.
1.
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling yang Berhubungan dengan Individu
(Siswa)
a)
Tiap-tiap
siswa mempunyai kebutuhan.
Setiap siswa
mempunyai kebutuhan yang berbeda baik fisik maupun psikis. Guru BK di sekolah
dan madrasah harus bia memahami berbagai kebutuhan siswa, sehingga pelayanan
bimbingan dan konseling diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa.
b)
Ada
perbedaan di antara siswa (asas perbedaan siswa).
Dalam teori
individualitas ditegaskan bahwa setiap siswa berbeda. Perbedaan siswa tersebut
harus mendapat perhatian secara lebih spesifik dari pembimbing, sehingga siswa
dapat berkembang sesuai dengan karakteristik pribadinya masing-masing.
c)
Tiap-tiap
individu (siswa) ingin menjadi dirinya sendiri.
Pelayanan
bimbingan dan konseling harus dapat mengantarkan siswa berkembang menjadi
dirinya sendiri.
d)
Tiap-tiap
individu (siswa) mempunyai dorongan untuk menjadi matang.
Pelayanan
bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada kematangan sehingga siswa
dapat berkembang sesuai dengan kecenderungan- kecenderungannya.
e)
Tiap-tiap
individu (siswa) mempunyai masalah dan mempunyai dorongan untuk menyelesaikannya.
Tidak ada
individu yang tidak memiliki masalah. Pelayanan bimbingan dan konseling harus
diarahkan dalam rangka membantu siswa menghadapi dan memecahkan masalah yang
dihadapi dalam hidupnya dengan memanfaatkansebaik-baiknya dorongan-dorongan
yang ada pada setipa siswa.
2.
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling yang Berhubungan dengan Praktik atau
Pekerjaan Bimbingan
a)
Asas
Kerahasiaan
Segala sesuatu
yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang
lain, atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain.
Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling.
Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggaraan akan mendapat
kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka
akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.[19]
Asas kerahasian
sangat sesuai dengan ajaran Islam. Sebagaimana dengan firman Allah SWT bahwa memelihara
amanah dan menepati janji merupakan salah satu karakteristik orang beruntung.
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÑÈ
Artinya: “dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”
(QS. Al-Mu’minun [23]: 8)
cÎ) tûïÏ%©!$# tbq7Ïtä br& yìϱn@ èpt±Ås»xÿø9$# Îû úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNçlm; ë>#xtã ×LìÏ9r& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur 4 ª!$#ur ÞOn=÷èt óOçFRr&ur w tbqßJn=÷ès? ÇÊÒÈ
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di
kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di
akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur
[24]: 19)
Relevan dengan
ayat diatas Hadis menyatakan yang artinya: “Tiada seorang hamba menutupi
kejelekkan yang lain didunia, melainkan Allah SWT akan menutupi kejelekkannya
dihari kiamat.” (HR. Muslim).
b)
Asas
Kesukarelaan
Proses
bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari
pihak klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela
tanpa ragu-ragu maupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya,
serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan
masalahnya itu kepada konselor, dan konselor juga hendaknya dapat memberikan
bantuan dengan tidak terpaksa atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan
dengan ikhlas.[20]
c)
Asas
Keterbukaan
Asas
keterbukaan merupakan asas penting bagi konselor, karena hubungan tatap muka
antara konselor dan klien merupakan pertemuan batin tanpa tedeng aling-aling.
Dengan adanya keterbukaan ini dapat ditumbunhkan kecenderungan pada klien untuk
membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi penghalang bagi
perkembangan psikisnya.[21]
Konselor yang
sukses memudahkan klien untuk membuka dirinya dan berusaha untuk memahami lebih
jauh tentang dirinya sendiri. Tegasnya, dalam proses bimbingan dan konseling
masing-masing pihak harus terbuka (transparan) terhadap pihak lainnya.
d)
Asas
Kekinian
Asas kekinian
merupakan asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan
konseling ialah permasalahan klien dalam kondisinya sekarang. Layanan yang
berkenaan dengan masa depan atau masa lampau pun dilihat dampak dan kaitannya
dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.[22]
e)
Asas
Kemandirian
Pada tahap awal
proses konseling, biasanya klien menampakan sikap yang lebih tergantung
dibandingkan pada tahap akhir proses konseling. Sebenarnya sikap ketergantungan
klien terhadap konselor ditentukan respon-respon yang diberikan oleh konselor
terhadap kliennya. Oleh karena itu konselor dan klien harus berusaha untuk
menumbuhkan sikap kemandirian itu di dalam diri klien dengan cara memberikan
respon yang cermat. Sebagaimana firman Allah SWT :[23]
w ß#Ïk=s3ã ª!$# $²¡øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4 $ygs9 $tB ôMt6|¡x. $pkön=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3 ....
Artinya: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya.“ (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
f)
Asas
Kegiatan
Dalam proses
pelayanan bimbingan dan konseling kadang-kadang konselor memberikan beberapa
tugas dan kegiatan kepada kliennya. Dalam hal ini klien harus mampu melakukan
sendiri kegiatan- kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan
konseling yang telah ditetapkan. Dipihak lain konselor harus berusaha agar
klien mampu melakukan kegiatan yng telah ditetapkan tersebut.[24]
g)
Asas
Kedinamisan
Keberhasilan
usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan terjadinya perubahan
sikap dan tingkah laku klien ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan
terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu membutuhakan proses dan waktu
tertentu sesuai dengan kedalaman dan kerumitan masalah yang dihadapi klien.
Konselor dan kilen serta pihak lainnya diminta untuk memberikan kerja sama
sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan
cepat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku klien. Sebagaiman firman
Allah SWT:
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ ...
Artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
h)
Asas
Keterpaduan
Pelayanan
bimbingan dan konseling menghendaki terjalin keterpaduan berbagai aspek dari
individu yang dibimbing. Untuk itu
konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu
penanggulangan masalah yang dihadapi klien. Dalam hal ini peranan guru, orang
tua dan siswa yang lain sering kali sangat menentukan. Konselor harus pandai
menjalin kerja sama yang saling mengerti dan saling membantu demi terbantunya
klien yang mengalami masalah.[25]
i)
Asas
Kenormatifan
Pelayanan
bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan lingkungannya. Disadari
sepenuhnya bahwa konselor akan menyertakan norma-norma yang dianutnyake dalam
hubungan konseling, baik secara langsung atau tidak langsung. Tetapi harus diingat
bahwa konselor tidak boleh memaksakan nilai atau norma yang dianutnya itu
kepada klien. Norma dan nilai-nilai itu perlu dibahas dari berbagai segi
sehingga klien memiliki wawasan yang cukup luas dalam mengambil keputusan
tentang norma yang akan dianutnya.
j)
Asas
Keahlian
Untuk menjamin
keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para petugas harus mendapatkan
pendidikan dan latihan yang memadai. Pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
kepribadian yang ditampilkan oleh konselor akan menunjang hasil konseling.
k)
Asas
Alih Tangan (Referal)
Asas ini
mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling sudah
mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien belum dapat terbantu
sebagaimana yang diharapkan, maka konselor itu mengalihtangankan klien tersebut
kepada konselor lain yang lebih ahli.[26]
l)
Asas
Tut Wuri Handayani
Kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada saat klien
mengalami masalah dan menghadapkannya kepada konselor saja. Kegiatan bimbingan
dan konseling harus senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai
sejauh mana kilien telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[27]
Demikianlah
beberapa asas-asas yang penting yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan koseling.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling antara lain prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran
pelayanan, prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu, prinsip-prinsip
berkenaan dengan program pelayanan, dan prinsip-prinsip
berkenaan dengan pelaksanaan layanan.
Asas-asas bimbingan dan konseling,
yaitu ketentuan- ketentuan yang harus ditetapkan dalam penyelenggaraan
pelayanan itu. Asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan
individu (siswa) yaitu tiap-tiap siswa mempunyai kebutuhan, ada perbedaan di
antara siswa (asas perbedaan siswa), tiap-tiap individu (siswa) ingin menjadi
dirinya sendiri, tiap-tiap individu (siswa) mempunyai dorongan untuk menjadi
matang, dan tiap-tiap individu (siswa) mempunyai masalah dan mempunyai dorongan
untuk menyelesaikannya. Asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan
dengan praktik atau pekerjaan bimbingan yaitu asas kerahasiaan, asas
kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan,
asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih
tangan (referal), dan asas tut wuri handayani.
DAFTAR PUSTAKA
A, Hallen. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Jakarta:
Ciputat Pers, 2002.
Prayitno, dkk. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2008.
Sukardi, Ketut, Dewa. Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Masyarakat
(Berbasis Integrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Yusuf, Syamsu, dkk. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
[1] Hallen A, Bimbingan
dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h.63.
[2] Prayitno, dkk,
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.218.
[3] Syamsu Yusuf, dkk,
Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h.
17.
[4] Dewa Ketut
Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), h.22.
[5] Tohirin, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intergrasi), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), h.69.
[6] Dewa Ketut
Sukardi, Op. Cit., h.22-23.
[7] Tohirin, Op.
Cit., h.70-71.
[8] Dewa Ketut
Sukardi, Op. Cit., h.23.
[9] Prayitno, dkk,
Loc. Cit., h. 219.
[10] Ibid.,
h.220.
[11] Dewa Ketut
Sukardi, Op. Cit., h.24.
[12] Tohirin, Loc.
Cit., h.79.
[13] Hallen A, Loc.
Cit., h.64-65.
[14] Dewa Ketut
Sukardi, Loc. Cit., h.25.
[15] Prayitno, dkk,
Loc. Cit., h.223.
[16] Ibid.,
h.223-224.
[17] Syamsu Yusuf,
dkk, Loc. Cit., h.20.
[18] Tohirin, Loc.
Cit., h.84.
[19] Prayitno, dkk,
Loc. Cit., h.115.
[20] Ibid.,
h.116.
[21] Hallen A, Loc.
Cit., h.67.
[22] Syamsu Yusuf,
dkk, Loc. Cit., h.23.
[23] Hallen A, Op.
Cit., h.69.
[24] Ibid.,
h. 69-70.
[25] Ibid.,
h.70-71.
[26] Dewa Ketut
Sukardi, Loc. Cit., h.35.
[27] Hallen A, Op.
Cit., h.73-74.