BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Terdapat
berbagai bahasan atau definisi yang diberikan terhadap istilah profesi. Winarno
Surakhman dalam makalahnya yang berjudul hak profesional seorang guru pada
kongres PGRI ke-13 tahun 1973 menyatakan bahwa guru adalah suatu profesi. Lebih
lanjut menyatakan bahwa : “sebuah profesi, dalam arti yang umum adalah bidang
pekerjaan dan pengabdian tertentu yang karena hakikat dan sifatnya membutuhkan
persyaratan dasar, keterampilan teknis dan sikap kepribadian tertentu”.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa profesi dalam bentuk yang modern ditandai
dengan adanya pedoman tingkah laku yang khusus, yang tergolong di dalamnya sebagai satu korps.
Sedangkan
Soekarman mendefinisikan bahwa profesi adalah sejenis pekerjaan atau lapangan
pekerjaan yang untuk melaksanakannya dengan baik memerlukan keterampilan dan
atau keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan dan atau pelatihan secara
berkesinambungan sesuai dengan perkembangan bidang pekerjaan atau lapangan
pekerjaan yang bersangkutan .
Dari definisi profesi tersebut diatas,
dapat dipahami bahwa profesi (profession) adalah suatu pekerjaan yang
memerlukan persyaratan khusus.
Kepustakawanan menyangkut penerapan
pengetahuan dalam hal pengadaan, penggunaan, serta pendayagunaan buku di
perpustakaan serta perluasan jasa perpustakaan.
Jadi dalam hal ini, yang dimaksud dengan
profesi kepustakawanan adalah pustakawan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud kepustakawanan sebagai profesi ?
2.
Apa
saja organisasi profesional yang berhubungan dengan perpustakaan?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
makna kepustakawanan sebagai profesi.
2.
Mengetahui
organisasi profesional yang berhubungan dengan perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
PROFESI KEPUSTAKAWANAN
A.
Kepustakawanan Sebagai Profesi
Kalau menyimak perkembangan profesi,
timbul tanda tanya apakah pustakawan dapat digolongkan kedalam profesi atau
tidak. Hal ini tergantung pada kemampuan dan tanggapan pustakawana terhadap
profesi dan jasa yang diberikan pustakawan serta pandangan masyarakat terhadap
pustakawan.[1]
Adapun
kriteria profesi menurut Mc. Garry dalam bukunya The Changging Context
Information menyatakan lima persyaratan dan kelengkapan suatu profesi
yaitu:
a. Memiliki
keterampilan khusus.
b. Memiliki
organisasi profesi yang akan menentukan tingkat-tingkat keahlian dan menetapkan
keanggotaan.
c. Memilikim
kode etik yang mengatur prilaku yang berdasarkan atas dua loyalitas kepada
tugas pokok dan clien.
d. Memiliki
dedikasi antar anggota dalam peningkatan profesi dan pendidikan.
e. Dalam
melaksanakan tugasnya mengutamakan kesejahteraan umum.[2]
Dari
berbagai persyaratan yang dituntut, pustakawan dapat dianggap sebagai profesi
karena sebagian besar kriteria telah memiliki antara lain:
a. Memiliki
lembaga pendidikan, baik secara formal maupun informal.
b. Memiliki
organisasi profesi, yaitu pustakawan di Indonesia sejak tahun 1973 memilik
organisasi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Congres of Southeast
Asia Librarians (CONSAL) untuk tingkat regional, dan International
Association and Institutions (IFLA) untuk tingkat internasional.
c. Memiliki
kode etik, pustakawan Indonesia yang menjadikan acuan moral bagi anggota dalam
melaksanakan profesi.
d. Memiliki
majalah ilmiah sebagai sarana pengembangan ilmu serta komunikasi antar anggota
seprofesi.
e. Memiliki
tunjangan profesi, meskipun belum memadai, pustakawan di Indonesia mendapatkan
tunjangan fungsional seperti halnya guru, dosen, dan peneliti.[3]
Pustakawan
Indonesia yang ideal harus memiliki dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Aspek
profesional
Pustakawan Indonesia berpendidikan
formal ilmu perpustakaan. Pustakawan juga dituntut gemar membaca, trampil,
kreatif, cerdas, tanggap, berwawasan luas, tetapi memerlukan disiplin ilmu
tertentu di pihak lain, berwawasan lingkungan, mentaati etika profesi
pustakawan, mempunyai penelitian serta penyuluhan.
b. Aspek
kepribadian
Pustakawan Indonesia harus bertaqwa
kepada Tuhan YME, bermoral pancasila, mempunyai tanggung jawab sosial dan
kesetiakawanan, dan lain-lain.[4]
Pustakawan sebagai profesi harus memiliki
beberapa ketrampilan, antara lain :
1. Adaptability
Pustakawan sebaiknya adaptif memanfaatkan teknologi
informasi. Feret dan Marcinek menyatakan bahwa pustakawan harus berjalan
seirama dengan perubahan teknologi yang terus bergerak maju dan pustakawan
harus mampu beradaptasi sebagai pencari dan pemberi informasi dalam bentuk
apapun. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersumber pada buku
teks dan jurnal yang ada di rak, tetapi dengan memanfaatkan Internet untuk
mendapatkan informasi yang segar bagi penggunanya.
2. People skills (soft skills)
Pustakawan adalah mitra intelektual yang
memberikan jasanya kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan
maupun tulisan dengan penggunannya. Agar dalam berkomunikasi dapat lebih
impresif dengan dasar win-win solution maka perlu people skills
yang handal. People skills ini dapat dikembangkan dengan membaca,
mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang positif, bergabung
dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitasnya
sehari-hari.
3. Berpikir positif
4. Personal Added Value
Pustakawan tidak lagi lihai dalam
mengatalog, mengindeks, mengadakan bahan pustaka dan pekerjaan rutin lainnya,
tetapi di era global ini pustakawan harus mempunyai nilai tambahnya. Misalnya
piawai sebagai navigator unggul.
5. Berwawasan Enterpreneurship
Informasi adalah kekuatan. Informasi adalah mahal,
maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan enterpreneurship
agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan.
6. Team Work – Sinergi
Di dalam era global yang ditandai dengan ampuhnya
Internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja
sendiri. Mereka harus membentuk team kerja untuk bekerjasama mengelola
informasi.
Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan
pustakawan akan terus berkembang menjalankan tugasnya seiring dengan perubahan
jaman yang begitu cepat. Profesionalisme pustakawan akan lebih mendarah daging
dan menjiwai setiap aktivitasnya.
B.
Organisasi Profesional
Ada beberapa organisasi profesional
yang berhubungan dengan perpustakaan.
1.
American Library
Association (ALA)
ALA didirikan pada tanggal 6 Oktober 1876 di
Phildelpia AS, yang terbentuk setelah adanya konferensi pustakawan yang juga
dihadiri oleh Melvil Dewey. Organisasi tersebut merupakan organisasi
perpustakaan tertua dan terbesar di dunia yang beranggotakan sekitar 35.000
anggota yang terdiri dari 30.000 anggota dan 5.000 anggota badan korporasi. ALA
berkantor di Chicago, Illinois dan mempunyai staf sebanyak 275 orang.
Pengurus besar ALA sebanyak 150 orang yang mengadakan
rapat dua kali dalam setahun, serta ada pertemuan dewan eksekutif yang
dilaksanakan 4 kali dalam setahun, kadang-kadang lebih.
Sumber
keuangan ALA didapat dari iuran anggota, penjualan terbitan ALA serta sumbangan
beberapa yayasan. ALA terbagai atas 56 cabang (chapters) serta 13 divisi
sesuai dengan kebutuhan pustakawan dan jasa perpustakaan. Divisi yang ada ialah
Children Service Division, Library Administration Division, dan Young
Adult Service Division. Divisi dan komisi yang dibentuk bertugas
melaksanakan lebih lanjut program ALA, seperti menyusun panduan
pengkatalogan, jasa referensi, melakukan seminar dan pendidikan berkelanjutan
bagi pustakawan.
Majalah resmi ALA berjudul American Libraries
(tahun 1907-1969 berjudul ALA Bulettin) yang terbit 11 kali setahun dan
dibagikan cuma-cuma untuk anggotanya, selain majalah ALA juga menerbitkan buku
dan laporan yang penting bagi bagi pustakawan dan pimpinan perpustakaan.
2.
Library Association
(LA)
Library Association (LA) merupakan
organisasi pustakawan Inggris, berdiri tahun 1877 bermarkas di London, selama
berlangsungnya International Library Conference di London. Pada tahun
1898 LA memperoleh Royal Charter yang merupakan pengakuan pemerintah Inggris
terhadap oraganisasi tersebut. Pada tahun-tahun pertama berdirinya LA
menghadapi banyak kesulitan, hal yang sama terjadi pada tahun 1920an.
Mula-mula menyelenggarakan pendidikan pustakawan dan lulusanya mendapat
ijazah dari LA, dan pada tahun 1970an kegiatan tersebut dihentikan karena sudah
ada berbagai sekolah perpustakaan yang menghasilkan lulusan sesuai dengan
standar LA.
LA giat menyelenggarakan penataran, kursus penyegar, pendidikan
berkesinambungan agar pustakawan praktisi tetap mampu mengikuti perkembangan
dalam bidang masing-masing.
Fungsi LA lainnya membuat direktori pustakawan terdaftar yang disebut Chartered
Librarian atau pustakawan yang terdaftar pada LA, menyelenggarakan kongres
nasional tiap tahun, serta melaksanakan konferensi, lokakarya, seminar dan
sejenisnya.
Terbitan LA adalah Library Association Record, Journal of Librarianship,
Library Association Year Book, British Technology Index, British Humanity
Index, Radials Bulletin, Library and Information Abstract (LISA).
3.
Association of Special
Libraries and Information Bureaux (ASLIB)
Association of Special Libraries and Information Bureaux (berdiri tahun 1924) merupakan cermin dari kekuatan peranan pustakawan
khusus, yang bermarkas di London. Anggota ASLIB saat ini berjumlah 5000
anggota, namun lebih dari tiga perempatnya adalah lembaga atau perpustakaan,
sedangkan anggota perorangan merupakan minoritas. ASLIB bekerja sama dengan LA,
Institute of Information Scientist dan Society of Archivist dalam
memperjuangkan tenaga yang bergerak dalam bidang informasi.
Pada tahun 1950 ASLIB dan LA menerbitkan British National Bibliography
dan Katalog Induk majalah berjudul Union Cataloque of Periodicals.
4.
International
Federationof Library Association (IFLA)
Berdiri pada tahun 1927 dengan markas besarnya di Den Haag belanda,
angggota IFLA terbatas pada organisasi pustakawan dan perpustakaan tidak
menerima anggota perorangan. Pada mulanya IFLA merupakan kepanjangan dari International
Federationof Library Association diubah menjadi International Federation
of Library Association and Institution.
Terbatas pada organisasi pustakawan, perpustakaan, sekolah perpustakaan
serta lembaga lain (dikelompokan sebagai Associate Member). Saat
ini angggota IFLA sekitar 240 anggota penuh dan 1000 Associate Member.
IFLA giat dalam kegiatan kepustakawanan (misal dalam bidang pengkatalogan,
standar perpustakaan, statistik serta topik lain yang berkaitan). Disamping itu
IFLA juga menerbitkan IFLA Annual, IFLA Journal (terbit setahun empat kali).
5.
Ikatan Pustakawan
Indonesia (IPI)
Adanya berbagai oraganisasi pustakawan tidak selalu
berdampak baik bagi profesi pustakawan, maka beberapa pustakawan mulai
mengadakan penjajagan pembentukan organisasi profesi yang bertaraf nasional.
Pada bulan Januari 1973 diadakan pertemuan penjajakan di Bandung, yang dihadiri
oleh sisa Pengurus Besar APDI Pusat, APADI Cabang Jakarta, Bogor, Bandung,
Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia serta Himpunan Pustakawan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Pada pertemuan itu dihasilkan kesepakatan untuk melangsungkan
Kongres Pustakwan se-Indonesia. Kongres tersebut dilaksanakan tanggal 5-7 Juli
1973. Hasil Kongres ialah peleburan berbagai organisasi pustakawan menjadi satu
wadah tunggal Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI).
Dengan tujuan yang tertuang dalam pasal 5 Anggaran
Dasar IPI, sebagai berikut:
1.
Menghimpun, menampung,
serta menyalurkan aspirasi dan kreasi dari mereka yang berprofesi dalam ilmu
perpustakaan dan ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan dan atau bekerja dalam
bermacam-macam jenis perpustakaan atau badan-badan lain yang ruang
lingkungannya berkaitan dengan perpustakaan.
2.
Mengusahakan mereka
yang termasuk dalam pasal 5 ayat 1 Anggaran Dasar ini pada tempat yang
semestinya di dalam masyarakat.
3.
Meningkatkan, mengembangkan
dan mengamalkan ilmu perpustakaan demi kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan
serta kesejahteraan masyarakat.
4.
Menempatkan ilmu
perpustakaan dan ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan pada tempat yang
semestinya di antara ilmu pengetahuan.[5]
Dalam salah satu pertemuan diadakan diskusi panel
tentang kepustakwanan dan pembahasan tentang keilmuan ilmu perpustakaan, hal
tersebut mendapat perhatian besar dari kalangan pustakawan karena untuk pertama
kalinya IPI membahas tentang Ilmu Perpustakaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pustakawan
dapat dikatakan sebagai profesi karena telah memenuhi kriteria-kriteria
tertentu yaitu memiliki lembaga pendidikan, baik secara
formal maupun informal, memiliki organisasi profesi, memiliki kode etik,
memiliki majalah ilmiah, dan memiliki tunjangan profesi.
Ada beberapa
organisasi profesional yang berhubungan dengan perpustakaan.
1.
American Library
Association (ALA)
2.
Library Association
(LA)
3.
Association of Special
Libraries and Information Bureaux (ASLIB)
4.
International
Federationof Library Association (IFLA)
5.
Ikatan Pustakawan
Indonesia (IPI)
6.
Saran
Sebenarnya
pustakawan dapat dikatakan sebagai profesi karena telah memenuhi kriteria
sebagai profesi seperti yang telah dijelaskan pada bab pembahasan. Tetapi kadang
kala masyarakat memiliki pandangan yang berbeda tentang apakah pustakawan bisa
dikatakan sebagai profesi.
Setelah memahami pembahasan di atas,
ternyata banyak organisasi profesional pustakawan. Dengan demikian bisa menjadi
refrensi untuk pustakawan Indonesia agar lebih maju dan meningkatan mutu
pelayanan berdasarkan tujuan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1991.
Hamady Harahap, Basyral dkk. Kiprah Pustakawan: Seperempat Abad
Ikatan Pustakawan Indonesia 1973-1998. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan
Pustakawan Indonesia, 1998.
Hermawan S., Rachman dkk. Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan
terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006.
http://dprasta.blogspot.com/2010/04/organisasi-profesi-pustakawan.html
http://imamblora.wordpress.com/2008/04/11/berita-untuk-pustakawan/
http://sigitsinau.wordpress.com/2010/10/18/26/
Sodarsono, Blasius. Antologi Kepustakawanan Indonesia.
Jakarta: Sagung Seto, 2006.
[1]
Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1991), h. 148.
[2] Rachman
Hermawan S. dkk, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan terhadap Kode Etik
Pustakawanan Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2006), h. 65.
[3] Ibid.,
hh. 68-69.
[4] Basyral Hamidy
Harahap dkk, Kiprah Pustakawan: Seperempat Abad Ikatan Pustakawan Indonesia
1973-1998, (Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Pustakawan Indonesia, 1998), hh.
82-83.
[5] Blasius
Sudarsono, Antologi Kepustakawanan
Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto,
2006), h. 332.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar